Digital Menjadi Akses Termudah Penyebaran Pornografi

LINGKARBEKASI.COM – Pornografi menjadi Masalah Terbesar untuk orang tua bila hal tersebut menjadi konsumsi bagi anak-anaknya, terutama pelajar seperti kasus yang pernah terjadi di beberapa daerah, termasuk Kabupaten Bekasi Agustus lalu.

pilkada

 

Peran serta orang tua, lingkungan, masyarakat dan pemerintah baik pusat maupun daerah menjadi kunci utama agar anak tidak terjerat dalam pornografi, atau menjadi korban pornografi.

 

Melihat hal itu, Komunitas Media Online Indonesia (Komodo) mengadakan Diskusi Publik dengan  tema “Darurat Pornografi Sasar Kalangan Pelajar Bekasi” di Facetime Coffee, Perumnas III, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Minggu (11/11/2018).

 

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Kota Bekasi, Aris Setiawan, mengatakan pornografi dikalangan anak-anak merusak moral anak bangsa. Masuknya konten pornografi di kalangan anak-anak tidak terlepas dari media sosial (medsos).

 

Ia menuturkan, sepanjang tahun 2018 hingga bulan Oktober, ada 43 kejahatan seksual di Indonesia.  60% dari kejahatan tersebut dipengaruhi konten pornografi melalui medsos.

 

“Kini Indonesia bagian pertama pengakses dan pengunduh tayangan pornografi di dunia,” ucap Aris.

 

Teknologi dan informasi menurutnya seperti dua mata pisau, bila digunakan secara positif akan berguna dengan baik maupun sebaliknya. Kekerasan terhadap anak sendiri, lanjutnya, hampir 52% dilakukan orang terdekat, sungguh hal ini membuatnya miris.

 

“Akhlak dan moral sebagai benteng, keluarga lingkungan dan masyarakat harus ikut berperan. Pesan dari kami, generasi masa kini itu digitalnatif, berikan kebebasan berekspresi, medsos sebagai pembelajaran namun harus diawasi,” katanya.

 

Komisioner Bidang Kesehatan dan Narkoba Kabupaten Bekasi, Muhamad Rojak, menjelaskan kasus pornografi adalah persoalan yang sangat serius. Apalagi di Kabupaten Bekasi pernah ada kasus grup whatsapp anak SMP yang berisikan konten pornografi seperti tayangan video dan ajakan untuk melakukan perbuatan mesum sesama anggota grup tersebut.

 

Dalam kasus tersebut, ia menerangkan, dari 24 pelajar yang menjadi anggota grup, 3 siswa di antaranya harus dipindah sekolah. Satu orang mengundurkan diri dan 20 orang dalam pengawasan guru BK. Ke 24 anggota itu berisikan 10 siswi dan 14 siswa.

 

Kejadian ini menjadi suatu kekhawatiran bagi pihaknya dan juga orang tua, bahkan pemerintah. Oleh itu, pornografi dinilainya sama seperti narkoba.

 

“Pornografi lebih sadis pengaruhnya dari narkoba. Pornografi itu narkoba lewat mata,” ucapnya.

 

Senada dengan Aris, untuk menekan pornografi beredar di kalangan anak-anak maupun para pelajar perlu peran serta masyarakat. Karena itu, pihaknya sedang mendorong pengawasan orang dewasa kepada para anak seperti di sekolah, rumah, lingkungan masyarakat dan warnet.

 

“Di sekolah ada aturan sekolah. Rumah oleh orangtua dan di masyarakat tidak adanya aturan. Kita dorong perdes untuk aturan (di masyarakat) RT, RW dan kades berperan. Kalau pemerintah mengintervensi, anak kita tidak akan jadi korban (pornografi),” bebernya.

 

Pengamat Pendidikan dari Universitas Islam ’45 Bekasi, Diyah Yuli Sugiarti, mengungkapkan hal yang senada dengan Rojak bahwa pornografi sama dengan narkoba. Bedanya, dampak narkoba terlihat secara fisik, namun pornografi tak kasat mata, namun pengaruhnya cenderung kepada psikis.

 

Menurutnya, kecanduan pornografi terhadap anak-anak dapat menghilangkan akhlak dan moralnya. Bahkan, menurut Diyah, pecandu pornografi akan melakukan tindakan seksual yang abnormal, dan menyukai seks bebas sehingga bisa terjerumus pada penyakit HIV/Aids.

 

“Jika akhlak mulianya hilang dan tidak ada bedanya sama binatang (dalam melakukan seksual),” katanya.

 

Dia melihat, pornografi sudah menjadi hal lumrah tersebar di kalangan pelajar karena pondasi moral pelajar dibangun kurang baik. Hal tersebut, sebutnya, akibat pengaruh sekularitas. Pemisahan antara nilai-nilai dunia, dan agama cenderung dikesampingkan pada kehidupan sehari-hari.

 

“Pornografi sekarang menjadi ajang bisnis, mengingat masyarakat jauh dari moralitas. Ini yang dimanfaatkan. Terlebih dengan akses internet yang mudah menghubungkan satu negara ke negara lain,” ujarnya.

 

Dia menawarkan solusi, agar jerat setan ini dapat terputus. Menurutnya selain kepedulian dan pengawasan semua pihak, yang paling mendasar pemberian pengetahuan para anak di sekolah secara kurikulum mesti dirombak, salah satunya melebihkan pelajaran agama sebagai pondasi moral.

 

“Kurikulum ini yang akan membentuk profil pelajar, karena tidak bisa untuk pembentukan karakter anak hanya mengandalkan ekstra kulikuler,” tandasnya. (*)