LINGKARBEKASI.COM – Pornografi masih menjadi perbincangan hangat, terlebih setelah Komunitas Media Online Indonesia (Komod) menghelat diskusi publik tentang Darurat Pornografi Sasar Pelajar Bekasi di salah satu cafe di bilangan Bekasi Timur, belum lama ini.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Bekasi, Fatmah Hanum angkat bicara. Kata dia, anti pornografi dan pornoaksi sudah memiliki kekuatan hukum pada Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008. Namun, ia menilai Pemerintah lemah untuk merespons, sehingga dampak respons ke masyarakat pun tidak banyak.
“Anti pornografi dan anti pornoaksi di Indonesia sudah memiliki kekuatan hukum melalui UU 44 tahun 2008 untuk menjawab semua permasalahan yang meresahkan masyarakat ini, hanya saja respons implementasinya amat kurang dari pemerintah. Sehingga masyarakat banyak kurang peka dan responsif terhadap perilaku ini,” ungkapnya ketika dihubungi awak media.
Maraknya pornografi dan pornoaksi menurut Fatmah, adanya sebuah pergeseran budaya akibat modernisasi. Dalam pergeseran itu, masyarakat pun dinilai belum siap sehingga berdampak kepada perilaku masyarakatnya.
Contoh pergeseran budaya, kata dia, misalkan dahulu ada budaya mengaji sehabis magrib di masjid, musola atau rumah guru pengajian yang menanamkan tentang agama. Namun, saat ini budaya itu sudah terkikis, terlebih diwilayah urban.
“Sekarang frekuensi ngaji tidak seimbang dengan frekuensi ajakan porno yang makin meluas, dan tidak terpantau karena sampai di ujung jari kita semua,” ujar Anggota Fraksi PKS ini.
“Oleh sebab itu diperlukan regulasi sampai ke tingkat daerah bahkan desa, RT, RW buat regulasi, bahasa Undang-undangnya bernama Satgas yang tidak jelas keberadaannya,” sambungnya.
Pemilik kendali tertinggi, lanjut Fatmah, adalah Pemerintah. Bila Pemerintah mengerti
akan dampak pornografi yang begitu meresahkan bagi para orangtua, Pemerintah Pusat instruksikan Pemerintah Daerah untuk menerapkan UU itu, dan merangkul tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk sosialisasikan anti pornografi.
“Pemerintah ini harus punya good will untuk masalah ini. Namun tetap masyarakat mesti gerak di antaranya dengan membuat kesepakatan bersama di tempat mereka tinggal untuk menjadi satgas melekat
di rumah, di lingkungan
dan pemerintah daerah menyambut dengan perda-perda yang mendukung hal ini,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, di Kabupaten Bekasi sudah ada Peraturan Daerah (Perda) penyelenggaraan pariwisata yang salah satu pasalnya tentang melarang beroperasinya tempat-tempat yang diduga kuat ada perilaku pornografi dan pornoaksi.
“InsyaAllah tahun 2019 DPRD Kabupaten Bekasi akan membahas tentang Perda penyakit masyarakat (penyakit sosial) untuk mensikapi maraknya pornografi dan pornoaksi,” terang dia.(*)