LINGKARBEKASI.COM – Minggu, 20 Juli 2025- Meski Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi terbaik untuk bayi, anak yang mendapat ASI eksklusif tetap berisiko mengalami kekurangan zat besi atau anemia defisiensi besi (ADB). Risiko ini meningkat seiring bertambahnya usia bayi, terutama setelah enam bulan.

Dokter spesialis anak, dr. Agnes Tri Harjaningrum, Sp.A., menjelaskan bahwa cadangan zat besi dalam tubuh bayi mulai menurun setelah usia enam bulan, sementara kebutuhan zat besi justru meningkat.
“Tentu ASI itu yang terbaik, cuma secara teori, begitu umur enam bulan, cadangan zat besinya drop,” ujarnya.
Untuk itu, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang kaya zat besi sangat penting. Salah satu MPASI yang direkomendasikan adalah susu pertumbuhan yang telah difortifikasi, termasuk zat besi.
“Kalau anaknya ASI eksklusif, beda dengan anak yang konsumsi susu formula. Susu formula biasanya sudah ada fortifikasinya,” jelas dr. Agnes.
Selain faktor usia, kualitas dan kuantitas ASI juga menjadi penyebab anak kekurangan zat besi. Produksi ASI bisa menurun akibat kelelahan, kondisi kesehatan ibu, atau keterbatasan waktu menyusui karena pekerjaan.
Agung Saputra, S.Km., Tenaga Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu, menyebut dalam kondisi tertentu susu pertumbuhan bisa menjadi pengganti ASI jika produksi tidak mencukupi.
“Orang tuanya barangkali produksi ASInya sedikit. Dokter bisa menyarankan susu untuk anak,” ungkap Agung.
Kekurangan zat besi tidak bisa dianggap remeh. dr. Agnes menekankan bahwa ADB bisa berdampak serius pada perkembangan anak, termasuk menurunkan IQ hingga 8–9 poin jika tidak segera ditangani.
“Kalau tidak dikoreksi di awal, nanti saat remaja tidak bisa diperbaiki. Sayang sekali, padahal hanya karena kurang zat besi,” tambahnya.




