Pengamat Politik: Era New Media Budayakan Literasi

LINGKARBEKASI – Peradaban Islam sangat luhur. Praktik literasi sudah terjadi di kalangan para ulama terdahulu.
Tradisi baca, tulis dan memburu ilmu kepada banyak guru mampu menjadi tameng agar saat kebohongan merebak, bisa ditanggulangi dengan baik.

ppdb2025

Sekarang ini, di zaman new media, orang-orang mulai agak kurang terkontrol. Mereka bisa dengan bebas mempublikasi apa saja di kanal mana saja. Sehingga tumpang tindih antara kebenaran dan kebohongan, sekarang kita mengenalnya sebagai hoaks.

Fenomena inilah yang dikhawatirkan Dr. Iding Rosyidin, pengamat politik Universitas Islam Jakarta (UIN). Ia menyatakan sekarang ini terjadi fenomena bahwa masyarakat kurang rajin memfilter informasi. Sehingga terjadi banyak kasus BC hoaks beredar.

“Sekarang zaman new media. Orang bebas posting apa saja. Sementara peradaban yang harus dibangun itu literasi media. Mulai dari diri sendiri. Harus memverifikasi dulu, mengecek dulu, sumbernya, valid atau tidak, lalu bandingkan juga dari sisi kredibilitas media itu, lalu kontennya, antara aspek media dan konten. Itu harus terus dibiasakan. Memfilternya dari diri sendiri. Baru Berangkat ke komunitas,” tegas Dr. Iding, saat ditemui di Islamic Center Bekasi, (17/2/2019).

Dr. Iding sendiri di kampus, mengaku terus membiasakan kepada kalangan dosen dan mahasiswanya agar menumbuhkan kembali budaya membaca dan tidak malas mencari rujukan yang valid. Merujuk ke literatur. Begitu Iding menyebutnya.

“Kita punya masa lalu gemilang produk Islam yang luar biasa. Maka
Kita hidupkan kembali. Jika kembali ke zaman nabi dan khilafah, dunia membaca dan menulis menghasilkan ulama yang luar biasa produktif,” jelasnya.

Murid dengan fenomena kabar hoaks, Dr Iding menyarankan agar pengguna media sosial terbiasa tabayyun. Cek dan ricek kebenarannya, kredibilitas media dan substansinya.

“Kadang-kadang kita males dan bosen. Langsung share-share. Membuat orang jadi malas untuk mengecek. Kalau saya, kalau lihat judul tak meyakinkan, mending cari yang lain,” ungkapnya.

Soal Integritas Media

Menyoal integritas media, Dr. Iding juga menyatakan, bahwa sebagai salah satu pilar demokrasi, seharusnya media yang ada baik cetak maupun daring saat ini bisa bekerja sesuai karakter aslinya yang mengedukasi publik dan imparsial. Juga fungsi-fungsi lainnya agar dimaksimalkan.

Yang tak kalah penting kata Iding, media harus ingat bahwa pihaknya juga memiliki tanggung jawab sosial. Di mana pengaruh satu berita saja bisa meluas di masyarakat. Baik positif maupun negatif.

“Kedua, tanggung jawab sosial. Tanggung jawab ini penting karena media punya fungsi transformasi sosial agar terjadi perubahan di masyarakat. Kalau media asal, maka akan berdampak pada masyarakat. Tanggung jawabnya dipertanyakan.” Kata Iding.

Fenomena yang ada saat ini media dianggap masyarakat sudah memihak kepada kepentingan golongan tertentu saja.

“Iya seharusnya jauh lebih penting memberi informasi. Tidak ada kaitan dengan kepentingan siapa-siapa yang ada hanya untuk kepentingan publik.
Sehingga bisa membawa perubahan. Kalau menyebarkan hal buruk maka hal buruk dampaknya,” ujarnya.

Kembali ia berharap, di era new media ini semoga masing-masing pribadi bisa mengajak orang untuk menyebarkan hal-hal positif saja.

“kita mulai dari diri sendiri.
Posting tulisan sendiri aja. Sebagus apapun tulisan orang ya tidak ada gunanya (kalau hoaks),” pungkasnya. (Dns)