Oleh: Neno Salsabillah
(Aktivis Muslimah & Muslimpreneur)
Selasa, 21 Oktober 2025
Isu sampah di Bekasi kini mencapai titik krisis. Longsornya tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu baru-baru ini bukan sekadar insiden biasa, melainkan alarm keras kegagalan sistemik pengelolaan sampah perkotaan [sumber: radarbekasi.id, 8 Oktober 2025]. Sopir truk ketakutan, dan warga sekitar menghadapi ancaman bahaya.
Ironisnya, peristiwa ini terjadi saat wacana besar pengelolaan sampah menjadi energi listrik (PSEL) tengah digadang-gadang. Pemerintah Kota Bekasi bahkan berencana mencairkan dana hibah Rp100 juta per RW pada Oktober 2025, dengan syarat inovasi pengelolaan sampah seperti pemilahan dan pengumpulan minyak jelantah [sumber: bekasikota.go.id].
Minim Anggaran dan Kapitalisasi Sampah
Meski ada inisiatif, persoalan sampah ini justru menunjukkan ketidakseriusan pemerintah. Alasan klasik minim anggaran dan pengawasan tidak cukup menjelaskan akar masalah, karena persoalannya jauh lebih kompleks:
1. Kegagalan Sistem
Pemerintah gagal menahan laju konsumsi kemasan plastik sekali pakai yang terus meningkat, sehingga produksi sampah perkotaan melonjak.
2. Ancaman Kapitalisasi
Model PSEL yang diserahkan sepenuhnya pada swasta tanpa pengawasan syariah berpotensi jadi skema kapitalis baru. Sampah yang semestinya menjadi tanggung jawab publik justru dikomersialkan untuk keuntungan segelintir pihak, sementara masyarakat tetap menanggung dampaknya.
3. Lemahnya Penegakan Hukum
Minimnya penegakan hukum terhadap produsen kemasan dan pelaku pembuangan liar menunjukkan kurangnya komitmen negara menyelesaikan masalah dari akar.
Solusi Islam: Kebersihan Bagian dari Iman
Islam menawarkan solusi komprehensif yang mengatasi persoalan sampah di tiga level: kultural, kebijakan, dan akademis.
Level Kultural (Kesadaran Umat)
Islam memandang kebersihan lingkungan sebagai bagian dari keimanan. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Kesucian (kebersihan) itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim)
Dalil ini menuntut peningkatan kesadaran masyarakat dan produsen untuk bertanggung jawab atas kemasan sekali pakai dan mengadopsi gaya hidup ramah lingkungan.
Level Kebijakan Politik (Tanggung Jawab Negara)
Pengelolaan sampah adalah tanggung jawab negara, bukan lahan bisnis kapitalis. Negara wajib menyediakan fasilitas dan sistem pengelolaan yang komprehensif, dari hulu (pengembangan kemasan alternatif) hingga hilir (teknologi pengolah sampah mutakhir). Hibah kecil kepada RW tidak cukup sebagai solusi.
Level Akademis (Riset Terpadu)
Negara dalam sistem Islam akan mengalokasikan anggaran dan sumber daya untuk riset terpadu, mencari teknologi mutakhir dalam kemasan ramah lingkungan dan pengolahan sampah.
Hanya dengan penerapan sistem Islam kaffah—yang menjadikan pengurusan urusan rakyat sebagai ibadah—persoalan sampah dapat diselesaikan tuntas. Negara akan memastikan lingkungan bersih dan rakyat terhindar dari bencana akibat kegagalan tata kelola. Wallahu A’lam Bishawab.
